Harian Victory News. 10 Juli 2012, Selasa
TEMPERATUR yang terus meningkat berdampak pada timbulnya berbagai macam penyakit menular dan juga menstimulasi berkembangnya bakteri, virus dan protozoa dan juga agen pembawa seperti nyamuk. Dalam beberapa tahun ke depan, potensi merebaknya penyakit menular sangat besar. Sebab, menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (2001), diperkirakan bahwa rata-rata temperatur bumi akan meningkat sekitar 1.4 dan 5.8 derajat celcius pada tahun 2100 (Patz et al, 2005). Akibatnya, ini akan mengancam kehidupan manusia. Dalam konteks khas NTT, situasi ini menimbulkan beberapa penyakit yang perkembangannya terus terjadi secara signifikan. Di antaranya, demam berdarah dan malaria.
Demam Berdarah dan Malaria
Demam berdarah dan malaria merupakan dua dari sekian banyak penyakit yang diakibatkan oleh vektor nyamuk. Kedua penyakit ini sangat berbahaya dan berpotensi merenggut nyawa manusia. Demam berdarah telah merenggut nyawa jutaan manusia terlebih anak-anak di negara-negara di belahan Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Diperkirakan dua pertiga daritotal penduduk dunia terancam akan demam berdarah. Di Nusa Tenggara Timur penyakit ini selalu merebak setiap tahunnya khususnya pada bulan November hingga Maret tahun berikutnya. Penyakit ini terus mewabah secara teratur dari tahun ke tahun.
Demam berdarah ini diakibatkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Ada tiga jenis demam berdarah yakni dengue fever, dengue haemorhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS). DHF dan DSS merupakan jenis penyakit demam berdarah yang memiliki tingkat kefatalan yang sangat tinggi yakni bisa mencapai 20% untuk DHF dan 44% untuk DSS (Rigau-Perez, 1998). Selain itu, ada empat tipe virus demam berdarah yang sering dikenal dengan nama DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4. Ketika seseorang yang terserang demam berdarah oleh karena terinfeksi salah satu dari empat tipe virus ini, dia berpeluang imun terhadap tipe virus tersebut. Namun, bila terserang lagi dengan tipe virus yang lain, penderita berpeluang terserang tipe demam berdarah yang lebih berbahaya, DHF atau DSS, yang dapat saja merenggut nyawa penderita. Parahnya, semua tipe virus demam berdarah ini terdapat di Indonesia sejak dulu (Sumarno, et al., 1983). Artinya, masyarakat kita berpeluang besar untuk terkena DHF atau DSS, yang tingkat kefatalannya sangat tinggi.
Selain demam berdarah, penyakit lainnya yang berbahaya dan signifikan berdampak di NTT adalah Malaria. Malaria sangat berbahaya dan memiliki tingkat kefatalan yang sangat tinggi. Penyakit yang diakibatkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles ini rata-rata merenggut nyawa 1 juta orang per tahun (Chitnis, 2008). Sedamgkan, menurut laporan WHO dan World Malaria Report (2009), pada tahun 2008 diperkirakan 243 juta kasus malaria dan hampir sekitar 863000 berujung pada kematian (Cailly, 2012).
Sekitar empat puluh persen dari total penduduk dunia hidup di bawah di wilayah endemik malaria termasuk Indonesia dan juga wilayah kita, NTT. Dengan kata lain, 40 persen penduduk hidup di bawah ancaman penyakit ini. Kasus malaria terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Penyakit ini juga selalu saja terjadi di wilayah kita setiap tahunnya.
Dalam konteks Kota Kupang, wabah demam berdarah telah menyebabkan Kota Kupang memperoleh predikat status kejadian luar biasa (KLB) terhadap demam berdarah. Di mana pasiennya terus meningkat dari hari ke hari. Bahkan, setelah berlangsung kurang lebih dua bulan, predikat KLB DBD di Kota Kupang belum juga diturunkan statusnya.
Merebaknya demam berdarah dan malaria setiap tahunnya menjadi peringatan bahwa kita selalu berada di bawah ancaman kedua penyakit mematikan tersebut. Mengabaikan dan tidak mengontrol penyakit ini bisa berdampak pada hilangnya nyawa manusia secara sia-sia.
Oleh sebab itu, menjadi penting untuk mengetahui secara pasti penyebab wabah ini, serta faktor yang mempengaruhinya sehingga terus meluas dan selalu terjadi dari tahun ke tahun. Selain itu, menjadi penting pula untuk membahasnya secara detail untuk merancang aksi (solusi) yang tepat dalam merespon, baik malaria maupun demam berdarah. Agar dapat meminimalisir kasus ini, serta mengurangi perkembangannya. Secara khusus dalam konteks NTT.
Demam Berdarah dan Malaria
Demam berdarah dan malaria merupakan dua dari sekian banyak penyakit yang diakibatkan oleh vektor nyamuk. Kedua penyakit ini sangat berbahaya dan berpotensi merenggut nyawa manusia. Demam berdarah telah merenggut nyawa jutaan manusia terlebih anak-anak di negara-negara di belahan Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Diperkirakan dua pertiga daritotal penduduk dunia terancam akan demam berdarah. Di Nusa Tenggara Timur penyakit ini selalu merebak setiap tahunnya khususnya pada bulan November hingga Maret tahun berikutnya. Penyakit ini terus mewabah secara teratur dari tahun ke tahun.
Demam berdarah ini diakibatkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Ada tiga jenis demam berdarah yakni dengue fever, dengue haemorhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS). DHF dan DSS merupakan jenis penyakit demam berdarah yang memiliki tingkat kefatalan yang sangat tinggi yakni bisa mencapai 20% untuk DHF dan 44% untuk DSS (Rigau-Perez, 1998). Selain itu, ada empat tipe virus demam berdarah yang sering dikenal dengan nama DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4. Ketika seseorang yang terserang demam berdarah oleh karena terinfeksi salah satu dari empat tipe virus ini, dia berpeluang imun terhadap tipe virus tersebut. Namun, bila terserang lagi dengan tipe virus yang lain, penderita berpeluang terserang tipe demam berdarah yang lebih berbahaya, DHF atau DSS, yang dapat saja merenggut nyawa penderita. Parahnya, semua tipe virus demam berdarah ini terdapat di Indonesia sejak dulu (Sumarno, et al., 1983). Artinya, masyarakat kita berpeluang besar untuk terkena DHF atau DSS, yang tingkat kefatalannya sangat tinggi.
Selain demam berdarah, penyakit lainnya yang berbahaya dan signifikan berdampak di NTT adalah Malaria. Malaria sangat berbahaya dan memiliki tingkat kefatalan yang sangat tinggi. Penyakit yang diakibatkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles ini rata-rata merenggut nyawa 1 juta orang per tahun (Chitnis, 2008). Sedamgkan, menurut laporan WHO dan World Malaria Report (2009), pada tahun 2008 diperkirakan 243 juta kasus malaria dan hampir sekitar 863000 berujung pada kematian (Cailly, 2012).
Sekitar empat puluh persen dari total penduduk dunia hidup di bawah di wilayah endemik malaria termasuk Indonesia dan juga wilayah kita, NTT. Dengan kata lain, 40 persen penduduk hidup di bawah ancaman penyakit ini. Kasus malaria terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Penyakit ini juga selalu saja terjadi di wilayah kita setiap tahunnya.
Dalam konteks Kota Kupang, wabah demam berdarah telah menyebabkan Kota Kupang memperoleh predikat status kejadian luar biasa (KLB) terhadap demam berdarah. Di mana pasiennya terus meningkat dari hari ke hari. Bahkan, setelah berlangsung kurang lebih dua bulan, predikat KLB DBD di Kota Kupang belum juga diturunkan statusnya.
Merebaknya demam berdarah dan malaria setiap tahunnya menjadi peringatan bahwa kita selalu berada di bawah ancaman kedua penyakit mematikan tersebut. Mengabaikan dan tidak mengontrol penyakit ini bisa berdampak pada hilangnya nyawa manusia secara sia-sia.
Oleh sebab itu, menjadi penting untuk mengetahui secara pasti penyebab wabah ini, serta faktor yang mempengaruhinya sehingga terus meluas dan selalu terjadi dari tahun ke tahun. Selain itu, menjadi penting pula untuk membahasnya secara detail untuk merancang aksi (solusi) yang tepat dalam merespon, baik malaria maupun demam berdarah. Agar dapat meminimalisir kasus ini, serta mengurangi perkembangannya. Secara khusus dalam konteks NTT.
Ruang Terbuka Hijau
Untuk mencegah berkembangnya agen pembawa penyakit seperti nyamuk atau bakteri, virus dan protozoa, maka salah satu upayanya adalah membuat bumi ini tetap dingin atau tidak lebih panas. Salah satu cara untuk membuat bumi kita tetap dingin atau tidak lebih panas adalah memenuhkan daerah dengan pohon-pohon. Bila tidak, konsekuensinya, penyakit-penyakit sebagai efek dari kenaikan temperatur bumi semacam malaria dan demam berdarah akan terus merebak dan mengancam kehidupan manusia.
Ruang terbuka hijau merupakan bagian kecil dari upaya tersebut. Di Kota Kupang ruang terbuka hijau telah ada (juga telah pernah program yang sering dikenal dengan Kupang green and clean). Namun, sayangnya, belakangan, daerah yang dikhususkan untuk ruang terbuka hijau tersebut perlahan mulai tak tampak lagi. Wilayah-wilayah tersebut telah dipenuhi oleh gedung-gedung. Padahal fungsi penting pohon-pohon penghijau sangatlah signifikan dalam mengurangi meningkatnya temperatur bumi. Yang demikian pula, berdampak bagi pengurangan wabah demam berdarah dan malaria. Menjadi tanggung jawab terpadu seluruh elemen masyarakat untuk mengatasinya. Namun, terutama pemimpin daerah yang merumuskan kebijakan terkait pemanfaatan lahan, yang dapat pula dijadikan sebagai ruang terbuka hijau.
Oleh karena itu, pemimpin baru Kota Kupang yang baru saja terpilih diharapkan perlu memikirkan tentang ruang terbuka hijau. Sebab, ruang terbuka hijau ini sangat penting karena berdampak positif bagi lingkungan dan juga warganya. Membuat bumi tetap dingin berarti mencegah merebaknya berbagai penyakit sebagai konsekuensi dari kenaikan temperatur bumi. Dengan demikian, menyelamatkan kehidupan manusia dan generasi mendatang yang bisa saja melayang sia-sia karena penyakit-penyakit tersebut.
Dan kiranya ini juga perlu dipikirkan oleh semua pemerintah daerah yang ada di wilayah provinsi ini. Sehingga kita bisa membuat bumi ini tetap dingin dan dampaknya adalah menyelamatkan manusia dan generasi kita dari ancaman-ancaman penyakit (dan juga ancaman lainnya) yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur bumi. Atau mungkin, menghutankan semua wilayah yang belum terisi oleh penduduk.
Untuk mencegah berkembangnya agen pembawa penyakit seperti nyamuk atau bakteri, virus dan protozoa, maka salah satu upayanya adalah membuat bumi ini tetap dingin atau tidak lebih panas. Salah satu cara untuk membuat bumi kita tetap dingin atau tidak lebih panas adalah memenuhkan daerah dengan pohon-pohon. Bila tidak, konsekuensinya, penyakit-penyakit sebagai efek dari kenaikan temperatur bumi semacam malaria dan demam berdarah akan terus merebak dan mengancam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, pemimpin baru Kota Kupang yang baru saja terpilih diharapkan perlu memikirkan tentang ruang terbuka hijau. Sebab, ruang terbuka hijau ini sangat penting karena berdampak positif bagi lingkungan dan juga warganya. Membuat bumi tetap dingin berarti mencegah merebaknya berbagai penyakit sebagai konsekuensi dari kenaikan temperatur bumi. Dengan demikian, menyelamatkan kehidupan manusia dan generasi mendatang yang bisa saja melayang sia-sia karena penyakit-penyakit tersebut.
Dan kiranya ini juga perlu dipikirkan oleh semua pemerintah daerah yang ada di wilayah provinsi ini. Sehingga kita bisa membuat bumi ini tetap dingin dan dampaknya adalah menyelamatkan manusia dan generasi kita dari ancaman-ancaman penyakit (dan juga ancaman lainnya) yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur bumi. Atau mungkin, menghutankan semua wilayah yang belum terisi oleh penduduk.
Oleh: Meksianis Ndii
Tulisan ini dibuat di Newcastle, Australia tanggal 9 Juli 2012.
No comments:
Post a Comment
Thanks for leaving your for valuable comments here
(timor Domini principium scientiae)