Victory News, 08 Mei 2012
SEJAK
lembaga pemeringkat internasional setiap tahunnya mengeluarkan daftar
universitas top dunia, istilah-istilah seperti internationally
recognised university,
world class university semakin sering kita dengar. Bahkan,
istilah-istilah tersebut telah digunakan oleh banyak perguruan tinggi
untuk baik sebagai tujuan yang ingin dicapai ataupun sekedar menjadikan
istilah tersebut sebagai magnet untuk menarik perhatian pihak yang biasa
menggunakan jasa perguruan tinggi.
Bila dipakai sebagai target yang ingin dicapai, maka para pemimpin perguruan tinggi akan berupaya semaksimal mungkin agar memenuhi kriteria-kriteria yang telah disyaratkan agar universitasnya dapat masuk dalam jajaran universitas top dunia. Sebaliknya bila hanya sebagai penarik minat calon mahasiswa, universitas tidak akan diarahkan untuk memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan untuk menjadi universitas berkelas dunia.
Pertanyaannya sekarang apa makna di balik peringkat universitas? Bagaimana semestinya orientasi dari perguruan tinggi kita di NTT?
Bila dipakai sebagai target yang ingin dicapai, maka para pemimpin perguruan tinggi akan berupaya semaksimal mungkin agar memenuhi kriteria-kriteria yang telah disyaratkan agar universitasnya dapat masuk dalam jajaran universitas top dunia. Sebaliknya bila hanya sebagai penarik minat calon mahasiswa, universitas tidak akan diarahkan untuk memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan untuk menjadi universitas berkelas dunia.
Pertanyaannya sekarang apa makna di balik peringkat universitas? Bagaimana semestinya orientasi dari perguruan tinggi kita di NTT?
Kompetisi Global
Pemeringkatan
perguruan tinggi dalam daftar universitas top dunia disadari atau tidak
telah menempatkan perguruan tinggi sebagai produk yang diikutkan dalam
kompetisi global yang tujuan akhirnya adalah profit/keuntungan. Sebab
perguruan tinggi yang namanya terpampang dalam daftar universitas top
dunia akan menarik perhatian banyak kalangan baik itu calon mahasiswa
maupun industri yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Oleh karena tujuan akhirnya adalah profit, maka hanya perguruan tinggi yang memiliki modal yang kuat dan sistem manajemen yang bagus yang akan menang dalam persaingan tersebut. Sebaliknya, perguruan tinggi yang tidak memiliki atau memiliki modal yang sedikit dan sistem manajemen yang buruk akan kalah dalam persaingan.
Sayangnya, persaingan antar perguruan tinggi ini tampaknya telah didesain untuk berjalan dalam iklim kompetisi yang tidak fair. Maksudnya kompetisi yang telah diciptakan ini hanya menguntungkan perguruan tinggi, negara dan pihak-pihak tertentu, sementara merugikan pihak lain. Ini tergambar jelas dari kriteria-kriteria yang dipakai oleh lembaga pemeringkat untuk menilai kualitas perguruan tinggi. Salah satu contohnya adalah artikel dilevel internasional yang telah dipublikasikan oleh staf akademik dari masing-masing perguruan tinggi.
Kriteria ini tentu erat terkait dengan penggunaan bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional. Padahal, bahasa Inggris tidak digunakan dibanyak perguruan tinggi baik itu sebagai bahasa pengantar perkuliahan maupun penulisan artikel ilmiah.
Akibatnya, penelitian-penelitian berkualitas yang ditulis dalam bahasa lain selain bahasa Inggris tidak masuk dalam rekaman data yang akan dipakai oleh lembaga tersebut dalam menilai kualitas perguruan tinggi. Ini tergambar jelas dari, misalnya, tidak banyaknya universitas dari Jerman yang masuk dalam daftar universitas top dunia. Padahal, sampai saat ini, mesti diakui bahwa Jerman merupakan salah satu negara yang memiliki keunggulan dalam sains dan teknologi di dunia. Dan tentunya perguruan tinggi adalah institusi yang terlibat didalam pengembangan sains dan teknologi.
Selain itu, pengelola jurnal-jurnal internasional, yang menggunakan bahasa Inggris itu, didominasi oleh lembaga-lembaga dari negara-negara tertentu saja. Artinya merekalah yang memegang kendali terhadap setiap topik riset yang menurut mereka bisa dipublikasikan. Sehingga bila penelitian menyangkut persoalan lokal mereka bisa saja lebih menarik dan mungkin dipublikasikan di jurnal internasional daripada penelitian terkait busung lapar di Nusa Tenggara Timur yang diteliti oleh akademisi kita, apalagi bila hasil penelitian tersebut tidak ditulis dalam bahasa internasional itu. Padahal, kontribusi-kontribusi universitas terhadap penyelesaian persoalan-persoalan lokal tidak masuk dalam kriteria penilaian lembaga pemeringkat tersebut.
Sehingga keuntungan dimiliki oleh perguruan-perguruan tinggi tertentu yang walaupun penelitiannya terkait persoalan-persoalan lokal namun bisa dipublikasikan dijurnal internasional, yang dijadikan indikator penilaian kualitas universitas.
Masih ada sejumlah kriteria penilaian peringkat universitas yang menguntungkan pihak tertentu sementara merugikan pihak lain semisal jumlah pengajar internasional, dan jumlah mahasiswa internasional.
Oleh karena tujuan akhirnya adalah profit, maka hanya perguruan tinggi yang memiliki modal yang kuat dan sistem manajemen yang bagus yang akan menang dalam persaingan tersebut. Sebaliknya, perguruan tinggi yang tidak memiliki atau memiliki modal yang sedikit dan sistem manajemen yang buruk akan kalah dalam persaingan.
Sayangnya, persaingan antar perguruan tinggi ini tampaknya telah didesain untuk berjalan dalam iklim kompetisi yang tidak fair. Maksudnya kompetisi yang telah diciptakan ini hanya menguntungkan perguruan tinggi, negara dan pihak-pihak tertentu, sementara merugikan pihak lain. Ini tergambar jelas dari kriteria-kriteria yang dipakai oleh lembaga pemeringkat untuk menilai kualitas perguruan tinggi. Salah satu contohnya adalah artikel dilevel internasional yang telah dipublikasikan oleh staf akademik dari masing-masing perguruan tinggi.
Kriteria ini tentu erat terkait dengan penggunaan bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional. Padahal, bahasa Inggris tidak digunakan dibanyak perguruan tinggi baik itu sebagai bahasa pengantar perkuliahan maupun penulisan artikel ilmiah.
Akibatnya, penelitian-penelitian berkualitas yang ditulis dalam bahasa lain selain bahasa Inggris tidak masuk dalam rekaman data yang akan dipakai oleh lembaga tersebut dalam menilai kualitas perguruan tinggi. Ini tergambar jelas dari, misalnya, tidak banyaknya universitas dari Jerman yang masuk dalam daftar universitas top dunia. Padahal, sampai saat ini, mesti diakui bahwa Jerman merupakan salah satu negara yang memiliki keunggulan dalam sains dan teknologi di dunia. Dan tentunya perguruan tinggi adalah institusi yang terlibat didalam pengembangan sains dan teknologi.
Selain itu, pengelola jurnal-jurnal internasional, yang menggunakan bahasa Inggris itu, didominasi oleh lembaga-lembaga dari negara-negara tertentu saja. Artinya merekalah yang memegang kendali terhadap setiap topik riset yang menurut mereka bisa dipublikasikan. Sehingga bila penelitian menyangkut persoalan lokal mereka bisa saja lebih menarik dan mungkin dipublikasikan di jurnal internasional daripada penelitian terkait busung lapar di Nusa Tenggara Timur yang diteliti oleh akademisi kita, apalagi bila hasil penelitian tersebut tidak ditulis dalam bahasa internasional itu. Padahal, kontribusi-kontribusi universitas terhadap penyelesaian persoalan-persoalan lokal tidak masuk dalam kriteria penilaian lembaga pemeringkat tersebut.
Sehingga keuntungan dimiliki oleh perguruan-perguruan tinggi tertentu yang walaupun penelitiannya terkait persoalan-persoalan lokal namun bisa dipublikasikan dijurnal internasional, yang dijadikan indikator penilaian kualitas universitas.
Masih ada sejumlah kriteria penilaian peringkat universitas yang menguntungkan pihak tertentu sementara merugikan pihak lain semisal jumlah pengajar internasional, dan jumlah mahasiswa internasional.
Orientasi Universitas
Bagaimana dengan perguruan tinggi di NTT? Apakah orientasi kita juga mesti agar perguruan tinggi kita masuk dalam jajaran universitas kelas dunia, yang artinya mengikuti permainan kelompok-kelompok yang kuat?. Menurut pendapat saya, kita tidak mesti berorientasi pada hal tersebut. Walaupun nantinya perguruan tinggi kita tidak masuk dalam jajaran universitas top dunia, yang biasanya diklaim lewat peringkat universitas, bukan berarti perguruan tinggi kita tidak berkualitas. Tapi lebih kepada kita dikalahkan oleh karena iklim kompetisi yang tidak berimbang.
Oleh sebab itu, kita mesti kembali kepada tujuan pendidikan kita yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa perguruan tinggi mestinya menghasilkan manusia-manusia yang cerdas yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan daerah dan bangsa kita.
Karenanya, menurut hemat saya, kita tidak mesti memeras keringat hanya agar nama institusi yang kita banggakan terpampang dalam daftar peringkat universitas top dunia. Kita juga tidak perlu berlelah-lelah hanya untuk menjadi internationally recognised university atau world class university. Yang mesti diperjuangkan oleh perguruan tinggi di NTT adalah bagaimana perguruan tinggi mampu berkontribusi terhadap pembangunan daerah kita. Didepan kita tampak jelas begitu banyak persoalan yang mesti diselesaikan.
Persoalan busung lapar, masalah pertanian, masalah tenaga kerja dan masalah pendidikan adalah beberapa contoh dari sekian banyak persoalan. Jadi, hemat saya, orientasi kita adalah bagaimana perguruan tinggi bisa berkontribusi terhadap pembangunan daerah dan bangsa kita. Itu sudah lebih dari cukup. Kita tidak mesti berorientasi pada skala yang lebih besar dari itu, sementara persoalan yang tampak jelas di depan kita, yang semestinya perguruan tinggi terlibat dalam upaya penyelesaiannya, tidak pernah terselesaikan.
Namun, semua kembali pada kita khususnya para pimpinan perguruan tinggi yang ada di NTT. Kemana mereka akan mengarahkan perguruan tinggi tersebut. Tapi yang pasti, telah menumpuk persoalan yang dialami oleh rakyat yang mesti diselesaikan segera, dan itu membutuhkan peran dari perguruan tinggi di bumi Flobamora tercinta ini, termasuk kita semua yang adalah bagian dari perguruan tinggi.
Bagaimana dengan perguruan tinggi di NTT? Apakah orientasi kita juga mesti agar perguruan tinggi kita masuk dalam jajaran universitas kelas dunia, yang artinya mengikuti permainan kelompok-kelompok yang kuat?. Menurut pendapat saya, kita tidak mesti berorientasi pada hal tersebut. Walaupun nantinya perguruan tinggi kita tidak masuk dalam jajaran universitas top dunia, yang biasanya diklaim lewat peringkat universitas, bukan berarti perguruan tinggi kita tidak berkualitas. Tapi lebih kepada kita dikalahkan oleh karena iklim kompetisi yang tidak berimbang.
Oleh sebab itu, kita mesti kembali kepada tujuan pendidikan kita yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa perguruan tinggi mestinya menghasilkan manusia-manusia yang cerdas yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan daerah dan bangsa kita.
Karenanya, menurut hemat saya, kita tidak mesti memeras keringat hanya agar nama institusi yang kita banggakan terpampang dalam daftar peringkat universitas top dunia. Kita juga tidak perlu berlelah-lelah hanya untuk menjadi internationally recognised university atau world class university. Yang mesti diperjuangkan oleh perguruan tinggi di NTT adalah bagaimana perguruan tinggi mampu berkontribusi terhadap pembangunan daerah kita. Didepan kita tampak jelas begitu banyak persoalan yang mesti diselesaikan.
Persoalan busung lapar, masalah pertanian, masalah tenaga kerja dan masalah pendidikan adalah beberapa contoh dari sekian banyak persoalan. Jadi, hemat saya, orientasi kita adalah bagaimana perguruan tinggi bisa berkontribusi terhadap pembangunan daerah dan bangsa kita. Itu sudah lebih dari cukup. Kita tidak mesti berorientasi pada skala yang lebih besar dari itu, sementara persoalan yang tampak jelas di depan kita, yang semestinya perguruan tinggi terlibat dalam upaya penyelesaiannya, tidak pernah terselesaikan.
Namun, semua kembali pada kita khususnya para pimpinan perguruan tinggi yang ada di NTT. Kemana mereka akan mengarahkan perguruan tinggi tersebut. Tapi yang pasti, telah menumpuk persoalan yang dialami oleh rakyat yang mesti diselesaikan segera, dan itu membutuhkan peran dari perguruan tinggi di bumi Flobamora tercinta ini, termasuk kita semua yang adalah bagian dari perguruan tinggi.
Oleh : Meksianis Zadrak Ndii
Tulisan ini dibuat menjelang keberangkatan studi.
No comments:
Post a Comment
Thanks for leaving your for valuable comments here
(timor Domini principium scientiae)