Pages

Peran Perguruan Tinggi dalam Pemberantasan DBD


Harian Victory News. 19 Juni 2012
PENGARUH perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit demam berdarah terus didiskusikan di kalangan akademisi khususnya yang menekuni bidang kesehatan masyarakat. Dari beragam sudut pandang, baik itu dari aspek kualitatif maupun kuantitatif, hubungan keduanya terus mengisi ruang-ruang diskusi para pemerhati kesehatan masyarakat ataupun telah menjadi topik riset para akademisi.

Sebab mesti diakui bahwa demam berdarah telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Kurang lebih dua pertiga dari total  penduduk dunia berada di bawah ancaman penyakit ini, dan bahkan penyakit ini telah merenggut nyawa jutaan manusia khususnya mereka yang tinggal didaerah tropis dan subtropis.

Di NTT, penyakit juga telah menjadi ancaman bagi warga dipropinsi ini. Berita terkait demam berdarah di NTT hampir selalu menghiasi halaman-halaman media-media nasional maupun lokal setiap tahunnya. Bahkan, di tahun 2012, di beberapa daerah di provinsi, demam berdarah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Perubahan Iklim
Pengaruh perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit demam berdarah memang penting untuk didiskusikan dan diteliti. Sebab demam berdarah ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti, sebagai nyamuk utama pembawa virus demam berdarah, siklus dan kemampuang bertahan hidup dari nyamuk tersebut ditentukan oleh iklim. Maksudnya, kemampuan nyamuk bertahan hidup hingga dewasa dan akhirnya mampu menularkan virus demam berdarah sangat ditentukan oleh iklim. Penelitian yang dilakukan oleh Yang, et al. (2009) juga memperkuat  bahwa suhu sangat berpengaruh pada kemampuan bertahan hidup nyamuk, yang kemudian berakibat pada penyebaran penyakit demam berdarah.

Dan sejauh ini, karena belum tersedianya alternatif lain semacam vaksin (yang mungkin sulit untuk dibuat karena tipe virus demam berdarah yang bervariasi), upaya pemberantasan demam berdarah hanya melalui pengontrolan penyebaran dan berkembangnya nyamuk aedes aegypti. Maka, cara-cara tradisional seperti membersihkan, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa menampung air selalu dianjurkan untuk dilakukan.

Sebab ini merupakan salah satu cara mengurangi laju pertumbuhan vektor pembawa demam berdarah tersebut. Selain itu, pembunuhan nyamuk melalui penyemprotan pestisida adalah salah satu cara konvensional yang juga pernah dilakukan. Cara ini mahal dan tidak efektif karena nyamuk akan membentuk ketahanan tubuh terhadap zat-zat kimia yang terkandung dalam, pestisida tersebut. Cara terbaru, yang diusulkan oleh McMeniman, et al. (2003) adalah melalui intervensi bakteri Wolbachia. Namun metode ini juga masih terus diteliti dan masih membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada tahap implementasinya, meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa ini akan efektif mematikan demam berdarah dan beberapa percobaan dilapangan telah dilakukan (Walker,et al., 2011, Hoffman, et al. 2011 dalam artikel mereka di Nature).

Meskipun intervensi Wolbachia merupakan strategi pemberantasan demam berdarah yang menjanjikan,  namun implementasinya masih belum dapat dilakukan dalam waktu dekat. Cara yang paling mungkin dilakukan adalah membersihkan, menguras dan mengubur barang-barang bekas (3M) yang memungkinan nyamuk untuk berkembang. Atau dengan kata lain, membersihkan lingkungan sehingga bersih dan bebas dari sumber-sumber yang mendukung berkembangnnya nyamuk. Namun, apapun strateginya, yang utama dari semuanya itu adalah kesadaran masyarakat untuk turut serta dalam upaya pemberantasan demam berdarah. Sebab, kesadaran ini akan mendorong masyarakat untuk terjun dan terlibat dalam upaya pemberantasan demam berdarah pada khususnya dan juga penyakit menular lainnya. 
Peran Pendidikan Tinggi
Penyadaran masyarakat ini dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan termasuk pendidikan tinggi. Bahkan, lembaga pendidikan tinggi dapat menjadi sarana yang strategis dalam upaya melakukan penyadaran masyarakat, termasuk dalam upaya untuk meminimalisir kasus demam berdarah dalam masyarakat, khususnya masyarakat NTT. Mengapa perguruan tinggi menjadi sarana yang strategis? Kestrategisan ini disebabkan karena pada semua lembaga pendidikan tinggi di manapun terdapat program kuliah kerja nyata (KKN), termasuk di NTT. KKN dapat menjadi media strategis penyadaran masyarakat, dan dapat didesain sebaik mungkin, sehinggaprogram tersebut dapat lebih menampilkan unsur keseragaman dan pendidikan kepada masyarakat. Memang, selama ini, perlu diakui bahwa mahasiswa telah dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang nantinya bisa diterapkan pada masyarakat.

Dalam konteks KKN, mahasiswa dilatih untuk betul-betul mengabdi kepada masyarakat dalam bingkai penyadaran masyarakat, melalui mendeskripsi konteks, menganalisa kebutuhan, kemudian merancang aksi strategis untuk menjawab kebutuhan konteks.

Terkait dengan hal itu, dalam proses penyadaran masyarakat, mahasiswa peserta KKN  dilatih untuk secara terampil menganalisa konteks masyarakat yang sedang dihadapinya. Mahasiswa diminta untuk mempelajari kebutuhan masyarakat, kemudian menerjemahkannya dalam bentuk program-program kerja yang dikerjakan selama masa KKN. Sehingga praktis program yang akan dikerjakan oleh mahasiswa selama KKN akan ditentukan oleh mahasiswa berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat.

Dalam prakteknya selama ini, pihak universitas hanya menerima laporannya saja. Ini tidak salah, namun akan lebih baik bila ada program kerja pasti yang telah didesain oleh universitas, untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara umum, yang kemudian dieksekusi oleh mahasiswa dilapangan. Artinya, desain programnya dibuat universitas dan disupport oleh universitas, termasuk dananya. Ini bisa dilakukan dalam beberapa periode sehingga ada kesinambungan. Dengan demikian, maka penyadaran masyarakat tentang persoalan-persoalan yang dihadapinya termasuk upaya pemberantasan demam berdarah (dan bersamaan dengan itu, juga dilakukan upaya pencerdasan masyarakat dalam bidang lain) dapat dilakukan oleh universitas lewat program ini.

Ini perlu dimulai sekarang. Sehingga program KKN tidak meninggalkan kesan program tanpa arah atau menghabis-habiskan waktu. KKN mesti didesain sehingga ada unsur keseragaman dan pendidikan kepada masyarakat. Melalui tindakan terencana maka masyarakat dicerdaskan untuk terampil menganalisa kondisi yang sedang dihadapinya.
Tulisan ini dibuat saat lagi bosan membaca ratusan paper untuk memulai menulis literature review di minggu ke-4 menjadi mahasiswa

No comments:

Post a Comment

Thanks for leaving your for valuable comments here
(timor Domini principium scientiae)